membaca cerpen emang sangat
mengasikkan, apalagi di temani dengan segelas minuman coklat yang wuihh..
ditambah lagi dengan snack-snack jadi berasa santai itu nikmat. apa lagi kalau
tidak ada yang mengganggu, daripada gak ada kerjaan lebih baik baca cerpen.
betol gk tuh..
daannn ini salah satu cerpen kiriman
dari dari kawan qita yang jauh disana, ceritanya asik nieh..
nyok mari di baca monggo..
Aku mendatangi kebun ayahku didesa
seorangdiri karena bosan terus berada di Kota yang meresahkan. Terlihat
kehijauan disetiap sisi jalannya. Baru sekali aku menghampiri desa yang
agak terpencil ini, tapi entah mengapa begitu banyak gadis-gadis yang melirikku
dengan genitnya, sedangkan para pemuda-pemuda yang ada didesa ini menatapku
dengan tajamnya. Mungkin karena iri dengan ketampananku yang membuat para
gadis-gadis disini terlihat begitu menyukaiku.
Dalam kesendirianku yang
terduduk pada sebuah kursi dengan sekeliling yang penuh kehijauan, seorang gadis
asing mengejutkanku dengan kehadirannya.
“Hei” sapa gadis asing
tersebut padaku yang datang dari arah samping tempat kursi panjang yang ku
duduki.
Sesaat aku mengernyitkan mata.
“Ya”jawabku.
“Boleh aku duduk disini?” tanyanya.
“Boleh. Silahkan. Toh nggak
ada tulisan larangan kan disini?.” Jawabku dengan bercanda.
Ia pun ikut tersenyum
sedikit tertawa. “Aku Aisyah. Panggil aja Ais. Kamu?” lanjutnya mengulurkan
tangan.
“Ilham. Panggilan kerennya sih
I’am. Hehe.” Jawabku bercanda lagi.
Gadis bernama Aisyah ini
memangsatu-satunya gadis yang paling “waw” dari yang lainnya. Cantik, putih,
meski tak begitu tinggi, namun wajahnya memang sangat menggoda. Dari
perkenalan inilah aku dan Ais sering berhubungan lewat ponsel.
Dihari lain saat aku berjalan
pulang seorang diri, langkahku dihadang oleh beberapa pemuda yang aku sendiri
tidaktau ada keperluan apa mereka terhadapku.
“Heh. Loe.” Ucap salah satu
pemuda yang berlagak preman.
“Ya. ada apa? Mau kenalan
ya?”balasku setengah menyengir.
“Heh, loe tuh ngapain sih
disini?Jangan sok kegantengan deh.”
“Emang gue ganteng kali. Kalau
maug anteng kayak gue, ntar gue kasih deh resepnya.” Jawabku spele dan bercanda.
“GUE SERIUS. Loe jangan cari
masalah sama kita-kita.” Katanya setengah membentak.
“Aduuhh. . . serius mah udah
bubar. Lagian gue nggak cari masalah kok. Gue cuma mau cari minum, karena haus
banget.” Lanjutku lagi.
“Bener-bener songong nih anak.”
Ucap sang pemuda bertubuh agak besar dan siap-siap menodongkan tangannya
untuk memukulku.
Kejadian ini terhenti
karena kehadiran pak RT yang tiba-tiba saja datang menghampiri kami.
“Ada apa ini?” tanya pak RT.
“Nggak ada apa-apa kok pak. Tadi
saya cuma tanya sama mereka disini letak warung dimana? Terus kata mereka
warungnyaada disana” jawabku. “Ya udah deh saya kewarung dulu ya pak RT.”
Lanjutku danlangsung pergi dari tempat ini.
Sedangkan segerombolan
pemuda-pemuda tadi menatapku tajam dan menandakan satu kata “Awas loe, lain kali
kenak sama kita-kita.”
***
Aisyah,terlihat sekali dia memang benar-benar menyukaiku. Tapi, entahlah
denganku. Yang ku ketahui sekarang adalah bahwa aku merasa senang setiap kali
bersamanya. Kedekatanku dengan Aisyah agaknya membuat pemuda-pemuda disini terlihat marah
dan membuat kuharus terlihat lebih waspada agar kejadian penghadangan kemarin
tidak terulang kembali.
Ditempat lain. . .
“Ais, kamupacaran ya sama cowok brengsek itu?” tanya Dika yang termasuk pemuda
yangtinggal didesa ini dan sangat menyukai Aisyah.
“Siapa?I’am? Dia nggak brengsek kok. Dia baik dan Ais belum pacaran sama dia.
Emang kenapa Dika?” tanya Aisyah kepada Dika.
“Nggak apa-apa. Aku sarankan kamu harus hati-hati ya sama dia? Kalau bisa
kamu nggak usah deh deket-deket sama dialagi. Aku nggak mau terjadi
sesuatu denganmu.”
“Maksudnya? Hati-hati? Kenapa kamu ngelarang Ais deket sama dia?” tanya
Aisyah lagi.
“Dia itu playboy. Kamu tau? Setiap cewek yang dipacarin sama dia selalu
ditidurin sama dia. Awalnya aja baik, tapi ujung-ujungnya pasti ditidurin dan
ditinggalin juga. Aku nggak mau kamu jadi korbannya.” Jelas Dika.
“Ya ampun. Masak iya? Ais masih nggak percaya.” Ucap Aisyah antara percaya dan
tidak percaya.
“Apa pernahaku bohong sama kamu? nggak kan? Pokoknya kamu nggak boleh kenal
sama dia lagi,daripada kamu bakal hancur nantinya.”
“Aku nggak nyangka I’am kayak gitu. Makasih ya udah kasih tau aku? Sekarang, aku
nggak mau lagi kenal sama dia.” Kata Aisyah percaya.
(Dika tersenyum penuh kemenangan).
***
Sejenak, aku jadi terbayang wajah cantik dan manisnya Aisyah. Gadis desa itu
memang telah membuatku tergoda akan kecantikannya. Apakah ini cinta atau karena
nafsu? Ah entahlah. Yang jelas saat ini aku rindu padanya. Segera ku sms Aisyah
dengan kata “Ais, gi pain nih?”
Ku tunggu lima menit, tak ada jawaban. “Kenapa ya si Ais? Kok nggak balas smsnya
sih?Coba gue telfon aja deh.” Kataku.
Segera kutelfon Aisyah, tapi tak ada jawaban. Kedua kalinya, malah di reject.
Ketiga kalinya ku coba lagi, malah tidak aktif.
“Aneh bange tAisyah, nggak biasanya dia kayak gini. Mending gue datangin aja deh
biar guetanya langsung.” Kataku lagi dan langsung bergegas menemui Aisyah
dirumahnya.
Aku berjalan menuju rumahnya, tapi beberapa pemuda disini menatapku dengan
tajam.
“Pada anehbanget ngeliatinnya. Kenapa sih mereka semua? Haha iri kali ya sama
kegantengan gue.” Kataku lagi dengan sedikit tertawa.
Saat tibatepat didepan rumahnya, ku ketuk pintu rumahnya berharap Aisyah yang
membukakanpintu.
“Assalamuallaikum.” Salamku berkali-kali.
“Wa’allaikumsalam. Siapa ya? cari siapa?” jawab wanita tua dan langsung
bertanya padaku.
“Saya Ilham bu’, temennya Aisyah. Aisyah nya ada?”
“Aisyah nyanggak ada, dia keluar sekitar lima belas menit yang lalu sama
temannya si Dika. Mungkin jalan-jalan kekebun kali.” Jawabnya setara.
“Ya udahsaya balik aja deh bu’, makasih ya? assalamu allaikum.”
“Iya.Wa’allaikum salam.”
***
Aku pun mencari Aisyah hampir ku telusuri desa ini. hingga akhirnya ku temukan
Aisyah berkumpul dengan satu teman wanitanya dan juga segerombolan pemuda yang
saat itu menghadangku dijalan.
Aku punberhenti sejenak karena ragu untuk mendatanginya. “Kesana nggak ya? tapi
gueyakin banget perubahan Ais pasti ada hubungannya dengan preman-preman
itu.”Kataku pada diri sendiri.
Aku punberjalan menuju mereka hingga tepat dibelakang mereka yang tak jauh
dariAisyah.
“Aisyah.”Panggilku.
Dia punmemalingkan wajahnya ke arahku. “I’am. Ada apa?” tanyanya.
“Aku mau ngomong sama kamu.” jawabku.
“Ngomong apalagi sih? Ais tuh udah nggak mau deket-deket lagi sama kamu. Ais
udah tau siapa kamu.” jawabnya sedikit membentak.
Aku pun menoleh kearah pemuda-pemuda itu. Sempat ku lihat wajah ketiga pemuda
itu sedikit ketakutan dan membuatku semakin yakin mereka adalah penyebabnya.
“Maksudkamu?” tanyaku.
“Kamu jangan pura-pura nggak tau.
Akutau kamu tuh playboy. Kamu sengaja kan mau jadiin Ais sebagai
korban berikutnya. Kamu bakal jadiin Ais jadi pacar kamu, terus kamu tidurin,
teruskamu tinggalin. Itu kan tujuan kamu?” bentak Aisyah.
“Oh aku ngerti sekarang, pasti
merekakan yang menghasut kamu? iya kan?” kataku menunjuk mereka.
Aisyah pun terdiam. Dan salah satu pemuda itu menghampiriku seperti akan siap
memanggangku hidup-hidup.
“Weh bro,udah dong. Loe udah denger kan apa kata Aisyah? Gue tuh tau siapa loe?
Guengerti cowok macam apa loe ini, cowok-cowok kota yang cuma bisa mainin
cewek. Loe tuh brengsek. Jadi mending loe pulang sekarang dan jangan deketin
Aisyahlagi. Aisyah itu punya gue, NGERTI LOE?” ucap Dika mendorong tubuhku.
“Ais. Terus kamu percaya apa yang dia bilang? Kamu segitu gampang percaya sama
dia? Sumpah Ais, aku berani sumpah demi Tuhan dan demi apapun kalau aku bukan
cowok kayakgitu.” Kataku memelas.
Aisyah memandangku tidak lagi dengan wajah amarah, tapi ada sedikit wajah kasian
danagak percaya dengan ucapanku.
“Udah loe pulang sana. Atau gue hajar loe biar mampus.” Kata Dika lagi dengan
dua pemuda temannya yang maju dua langkah sejajar dengan Dika seakan siap
mengeroyokku.
“Gue nggaktakut. Gue cuma mau ngomong sama Aisyah.” Berontak ku.
“Kurang ajarni anak. Hajar aja deh bro.” perintah Dika.
Dika pun menggepalkan tangannya dipipiku, lalu keperutku. Sakit sekali terasa,
sedangkan dua temannya memegang kedua tanganku. Aku pun berontak meski sulit dan
kugunakan kaki kananku untuk menendang perut Dika hingga terjatuh,
lalumenendangkan kaki temannya yang satu. Aisyah dan teman wanitanya hanya
bisaberkata “Jangan, udah berhenti…berhenti.”
Dika bangkit kembali lalu menyerbuku dengan tangannya. Habis sudah tenagaku. Dan
beberapa menit kemudian entah siapa yang memanggil mereka yaitu polisi. Ya,
tiba-tiba saja ada polisi mendatangi kami yang sedang berkelahi sedangkan Aisyah
hanya bisa menangis.
“Heiapa-apaan kalian ini hah?” bentak polisi pria bertubuh proposional
berkulit hitam dan berkumis tipis.
Kami pun berhenti dan berdiri dengan wajah lebam penuh pukulan.
“Siapa yang memulai ini semua hah?” lanjut polisi yang lainnya.
“Dia pak”serentak mereka bertiga yaitu pemuda brengsek yang memukulku tadi yang
serentak menunjuk kearahku bahwa aku yang memulainya.
“Apa-apaan kalian ini? jelas-jelas kalian yang mukul gue duluan.” Protesku.
“Loe duluan.” Serentak mereka.
“Kalian yang duluan.” Sahutku lagi.
“Udah udah. Stop. Ikut kami kekantor polisi.” Ucap polisi tadi lalu menarik
kedua tanganku.
“Loh kok saya yang dibawa pak? Mereka yang mulai pak, bukan saya. Bapak bisa
tanya sama dua gadis itu. Atau bawa aja kami semua, masak cuma saya yang
dibawa.”Berontakku.
“Udah nggak usah protes. Ikut aja nggak usah banyak bicara.”
“Tapi pak. ..” kataku.
“Nggak usah tapi-tapian.
Aku pun dibawa kemobil polisi dengan sedikit berteriak. “Ais, gunakan hati
kamu. Hati kamu tau mana yang bener dan mana yang salah. Dan kamu tau siapa yang
salah dari perkelahian tadi.” Teriakku lalu berlalu berjalan dengan mobil
polisi.
Aisyah terdiam sesaat dan memulai bicara. Tempat Kejadian Perkara perkelahian
tadi ternyata sudah ramai dengan orang-orang dikampung sini. Perkelahian
tadi ternyata mengundang banyak orang untuk datang.
“I’am bener. Kalau apa yang kamu certain sama aku itu bener, dia nggak mungkin
berani sumpah atas nama Tuhan. Aku bisa liat mata dia, dia nggak salah. Dan kamu
Dika, matakamu menyimpan sejuta amarah, iri, dengki dan cemburu. Apa tujuan
kamu memfitnah dia?” ucap Aisyah tegas.
“Ais, kamu apa-apaan sih? Aku tuh nggak boong, apa yang aku ceritain itu bener.
Aku nggak memfitnah dia. Beneran deh.”
“Kalau memang kamu jujur, coba kamu sumpah atas nama Tuhan seperti sumpah I’am
tadi. ”Pintaku.
Dika punter diam tanpa kata.
“Kenapa diam? Kamu nggak berani kan? Udah jelas semuanya. Aku sekarang tau
mana yang bener dan mana yang boong. Aku benci sama kamu Dika. Udah lah aku
pulang aja. Yuk Rin kita pulang.”
“Ais, kamujangan teriak-teriak gitu dong, nggak enak sama orang-orang disini
pada denger semua.” Sambung Rini yang menenangkan Aisyah.
“Udahlah biarin aja, sekalian semua orang biar tau kelakuan Dika.” Aisyah
menjawab.
Aisyah punberjalan untuk pulang meski Dika masih berteriak: “Aisyah, aku nggak
boong. Kamu harus percaya sama aku.” ucap Dika. Tapi Aisyah sama sekali
tidak menggrubis ucapan Dika.
***
Sehari aku ditahan dikantor polisi akhirnya aku terbebas dari tahanan karena
mendapatkan jaminan dari ayahku. Ayahku marah? Tentu saja marah. Tapi tak lama
kemudian kemarahan ayahku meredam karena telah mendapat kejelasan dari aku yaitu
anaknya yang tak pernah berbohong.
Tiga hariaku istirahat didalam rumah masih terasa sakit bekas akibat pukulan
dari Dika and the geng. Dekat bibirku masih terlihat kebiruan lebam akibat
tonjok kannya. Perutku juga masih terasa sakit meski tak sesakit seperti
sebelumnya.
Karena merasa bosan beristirahat, akhirnya aku keluar rumah untuk sekedar
mencari udara segar. Ditengah-tengah perkebunan sore hari yang sudah tidak ada
oranglagi aku berjalan memandangi alam sekitar. Tiba-tiba ada suara wanita
yang mengejutkan ku.
“I’am”. Sapanya.
Aku menoleh kebelakang untuk melihat siapa yang memanggilku. Dan ternyata dia
adalah Aisyah.
“Maafin Aisya?”
“Untuk?”tanyaku.
“Untuksemuanya. Untuk kesalahpahaman diantara kita. Untuk kepercayaan Ais
terhadap Dika. Untuk luka-luka yang kamu alami gara-gara Ais. Untuk. . .”
kata-kata nyaterpotong karena jari telunjukku menyentuh bibirnya agar dia
berhenti berbicara.
“Udah.Lupain aja semuanya. Nggak masalah kok. Yang penting kamu udah tau kan
yang sebenernya?”
Aisyah mengangguk dan tersenyum. Senyuman itu? Ah senyuman nya benar-benar
sangat menggoda dan manis sekali. Senyuman yang sangat ikhlas. Dan entah mengapa
gadis yang ada dihadapanku ini tiba-tiba saja memelukku. Oh Tuhan, sakit.
Maksudku : perutku sakit akibat dia memelukku. Tapi, ku tahan agar moment ini
terus berlangsung. Sejenak, dia melepas pelukan itu.
“Andai Ais punya pacar kayak kamu, Ais pasti bahagia banget. Beruntung ya cewek
yang jadi pacar kamu? Cobaaa aja kamu mau jadi pacar Ais” ucapnya spontan dan
malu-malu.
Aku menatapnya dengan lekat, tatapanku ini berupa kebingungan dan keheranan
karenagadis belia dihadapanku ini dengan polosnya mengutarakan kata-kata itu.
“Kenapa?”tanyanya.
“Kenapaapa?” tanyaku balik.
“Kenapangeliatin nya kayak gitu?”
Akutersenyum.
“Koksenyum-senyum sich?” tanyanya lagi.
Sejenak akuterdiam. “Ais mau ya jadi pacar ku? Kalau mau, ya udah kita pacaran
aja.”Ucapku enteng.
“Apa?”tanyanya kaget.
“Apa apanya?Mau apa enggak? Kalau nggak mau, aku pergi aja ya?”
Baru selangkah aku hendak beranjak pergi dan membelakanginya dia langsung
menjawab.
“Mau”jawabnya.
Akumembalikkan badanku dan melihatnya kembali lalu mendekatinya.
“Mau apa?”tanyaku mencoba menggoda.
“Ya mau jadi pacar kamu”. lagi-lagi jawabannya malu-malu.
“Apa? Akunggak denger.” Tanyaku lagi yang hendak menggodanya.
“Ais maujadi pacar kamu.” teriak nya dengan keras.
Aku puntertawa. “Ngeri amat. Jangan kenceng-kenceng dong teriaknya. Sakit
nitelingaku.” Seruku.
Aku membentangkan kedua tanganku dihadapannya seolah ingin terbang. Atau mirip seperti
di film Titanic. “Kemari” kataku.
“Ngapain?”tanyanya polos.
Belum sempataku menjawab dia tersenyum dan langsung menubrukku alias memelukku.
Angin semilir sore hari dialam terbuka memang sangat menyegarkan. Burung-burung kutilang
dan jenis burung lainnya juga berterbangan diangkasa.
Entah apayang akan terjadi setelah ini. Apa aku akan terus bersama gadis polos
ini atau tidak aku tak tau. Percintaan ini hanyalah percintaan remaja. Remaja
gadis berusia 16 tahun dan aku berumur 19 tahun. Masih belia bukan?
***
Entah berapa lama kami jadian, akhirnya aku kembali kekota. Bahkan setelah itu
aku akan pergi jauh kekota lain untuk menggapai impianku yaitu menjadi anggota
Angkatan Udara.
And finally, aku pun kembali ke desa Aisyah dan aku menghubunginya untuk
menemuiku sore petang ini dipantai pinggiran desa nya. Ku bawa kamera untuk
memotret sunset yang akan muncul. Aku menunggunya di pantai indah ini hanya
untuk mengatakan sesuatu. Hingga akhirnya dia tiba dengan berat hati aku
memutuskan gadis ini karena aku ingin mengejar cita-citaku. Aku tak mau
mempertahankannya karena akuakan pergi dengan waktu yang sangat lama. Bahkan
aku pun tak tau akumencintainya atau tidak? Yang ku tau aku hanya bahagia ada
didekatnya. Daripada ku rusak hidupnya, akhirnya kami “PUTUS”. Ia menangis.
Tangisan biasa setiap kali seorang gadis diputuskan oleh kekasihnya. Aku
menggenggam tangannyasejenak lalu ku lepaskan perlahan dan pergi dari
pandangannya.
#SELESAI
Oleh: Migia Purnama Sari
No comments:
Post a Comment