Friday, December 27, 2013

Remaja Cinta


membaca cerpen emang sangat mengasikkan, apalagi di temani dengan segelas minuman coklat yang wuihh.. ditambah lagi dengan snack-snack jadi berasa santai itu nikmat. apa lagi kalau tidak ada yang mengganggu, daripada gak ada kerjaan lebih baik baca cerpen. betol gk tuh..
daannn ini salah satu cerpen kiriman dari  dari kawan qita yang jauh disana, ceritanya asik nieh..
nyok mari di baca monggo.. 




Aku mendatangi kebun ayahku didesa seorangdiri karena bosan terus berada di Kota yang meresahkan. Terlihat kehijauan disetiap  sisi jalannya. Baru sekali aku menghampiri desa yang agak terpencil ini, tapi entah mengapa begitu banyak gadis-gadis yang melirikku dengan genitnya, sedangkan para pemuda-pemuda yang ada didesa ini menatapku dengan tajamnya. Mungkin karena iri dengan ketampananku yang membuat para gadis-gadis disini terlihat begitu menyukaiku.
Dalam kesendirianku yang terduduk pada sebuah kursi dengan sekeliling yang penuh kehijauan, seorang gadis asing mengejutkanku dengan kehadirannya.
“Hei” sapa gadis asing tersebut padaku yang datang dari arah samping tempat kursi panjang yang ku duduki.
Sesaat aku mengernyitkan mata. “Ya”jawabku.
“Boleh aku duduk disini?” tanyanya.
“Boleh. Silahkan. Toh nggak ada tulisan larangan kan disini?.” Jawabku dengan bercanda.
Ia pun ikut tersenyum sedikit tertawa. “Aku Aisyah. Panggil aja Ais. Kamu?” lanjutnya mengulurkan tangan.
“Ilham. Panggilan kerennya sih I’am. Hehe.” Jawabku bercanda lagi.
Gadis bernama Aisyah ini memangsatu-satunya gadis yang paling “waw” dari yang lainnya. Cantik, putih, meski tak begitu tinggi, namun wajahnya memang sangat menggoda. Dari perkenalan inilah aku dan Ais sering berhubungan lewat ponsel.
Dihari lain saat aku berjalan pulang seorang diri, langkahku dihadang oleh beberapa pemuda yang aku sendiri tidaktau ada keperluan apa mereka terhadapku.
“Heh. Loe.” Ucap salah satu pemuda yang berlagak preman.
“Ya. ada apa? Mau kenalan ya?”balasku setengah menyengir.
“Heh, loe tuh ngapain sih disini?Jangan sok kegantengan deh.”
“Emang gue ganteng kali. Kalau maug anteng kayak gue, ntar gue kasih deh resepnya.” Jawabku spele dan bercanda.
“GUE SERIUS. Loe jangan cari masalah sama kita-kita.” Katanya setengah membentak.
“Aduuhh. . . serius mah udah bubar. Lagian gue nggak cari masalah kok. Gue cuma mau cari minum, karena haus banget.” Lanjutku lagi.
“Bener-bener songong nih anak.” Ucap sang pemuda bertubuh agak besar dan siap-siap menodongkan tangannya untuk memukulku.
Kejadian ini terhenti karena kehadiran pak RT yang tiba-tiba saja datang menghampiri kami.
“Ada apa ini?” tanya pak RT.
“Nggak ada apa-apa kok pak. Tadi saya cuma tanya sama mereka disini letak warung dimana? Terus kata mereka warungnyaada disana” jawabku. “Ya udah deh saya kewarung dulu ya pak RT.” Lanjutku danlangsung pergi dari tempat ini.
Sedangkan segerombolan pemuda-pemuda tadi menatapku tajam dan menandakan satu kata “Awas loe, lain kali kenak sama kita-kita.”
***
            Aisyah,terlihat sekali dia memang benar-benar menyukaiku.  Tapi, entahlah denganku. Yang ku ketahui sekarang adalah bahwa aku merasa senang setiap kali bersamanya. Kedekatanku dengan Aisyah agaknya membuat pemuda-pemuda disini terlihat marah dan membuat kuharus terlihat lebih waspada agar kejadian penghadangan kemarin tidak terulang kembali.
Ditempat lain. . .
            “Ais, kamupacaran ya sama cowok brengsek itu?” tanya Dika yang termasuk pemuda yangtinggal didesa ini dan sangat menyukai Aisyah.
            “Siapa?I’am? Dia nggak brengsek kok. Dia baik dan Ais belum pacaran sama dia. Emang kenapa Dika?” tanya Aisyah kepada Dika.
            “Nggak apa-apa. Aku sarankan kamu harus hati-hati ya sama dia? Kalau bisa kamu nggak  usah deh deket-deket sama dialagi. Aku nggak mau terjadi sesuatu denganmu.”
            “Maksudnya?  Hati-hati? Kenapa kamu ngelarang Ais deket sama dia?” tanya Aisyah lagi.
            “Dia itu playboy. Kamu tau? Setiap cewek yang dipacarin sama dia selalu ditidurin sama dia. Awalnya aja baik, tapi ujung-ujungnya pasti ditidurin dan ditinggalin juga. Aku nggak mau kamu jadi korbannya.” Jelas Dika.
            “Ya ampun. Masak iya? Ais masih nggak percaya.” Ucap Aisyah antara percaya dan tidak percaya.
            “Apa pernahaku bohong sama kamu? nggak kan? Pokoknya kamu nggak boleh kenal sama dia lagi,daripada kamu bakal hancur nantinya.”
            “Aku nggak nyangka I’am kayak gitu. Makasih ya udah kasih tau aku? Sekarang, aku nggak mau lagi kenal sama dia.” Kata Aisyah percaya.
            (Dika tersenyum penuh kemenangan).
***
            Sejenak, aku jadi terbayang wajah cantik dan manisnya Aisyah. Gadis desa itu memang telah membuatku tergoda akan kecantikannya. Apakah ini cinta atau karena nafsu? Ah entahlah. Yang jelas saat ini aku rindu padanya. Segera ku sms Aisyah dengan kata “Ais, gi pain nih?”
            Ku tunggu lima menit, tak ada jawaban. “Kenapa ya si Ais? Kok nggak balas smsnya sih?Coba gue telfon aja deh.” Kataku.
            Segera kutelfon Aisyah, tapi tak ada jawaban. Kedua kalinya, malah di reject. Ketiga kalinya ku coba lagi, malah tidak aktif.
            “Aneh bange tAisyah, nggak biasanya dia kayak gini. Mending gue datangin aja deh biar guetanya langsung.” Kataku lagi dan langsung bergegas menemui Aisyah dirumahnya.
            Aku berjalan menuju rumahnya, tapi beberapa pemuda disini menatapku dengan tajam.
            “Pada anehbanget ngeliatinnya. Kenapa sih mereka semua? Haha iri kali ya sama kegantengan gue.” Kataku lagi dengan sedikit tertawa.
            Saat tibatepat didepan rumahnya, ku ketuk pintu rumahnya berharap Aisyah yang membukakanpintu.
            “Assalamuallaikum.” Salamku berkali-kali.
            “Wa’allaikumsalam. Siapa ya? cari siapa?” jawab wanita tua dan langsung bertanya padaku.
            “Saya Ilham bu’, temennya Aisyah. Aisyah nya ada?”
            “Aisyah nyanggak ada, dia keluar sekitar lima belas menit yang lalu sama temannya si Dika. Mungkin jalan-jalan kekebun kali.” Jawabnya setara.
            “Ya udahsaya balik aja deh bu’, makasih ya? assalamu allaikum.”
            “Iya.Wa’allaikum salam.”
***
            Aku pun mencari Aisyah hampir ku telusuri desa ini. hingga akhirnya ku temukan Aisyah berkumpul dengan satu teman wanitanya dan juga segerombolan pemuda yang saat itu menghadangku dijalan.
            Aku punberhenti sejenak karena ragu untuk mendatanginya. “Kesana nggak ya? tapi gueyakin banget perubahan Ais pasti ada hubungannya dengan preman-preman itu.”Kataku pada diri sendiri.
            Aku punberjalan menuju mereka hingga tepat dibelakang mereka yang tak jauh dariAisyah.
            “Aisyah.”Panggilku.
            Dia punmemalingkan wajahnya ke arahku. “I’am. Ada apa?” tanyanya.
            “Aku mau ngomong sama kamu.” jawabku.
            “Ngomong apalagi sih? Ais tuh udah nggak mau deket-deket lagi sama kamu. Ais udah tau siapa kamu.” jawabnya sedikit membentak.
            Aku pun menoleh kearah pemuda-pemuda itu. Sempat ku lihat wajah ketiga pemuda itu sedikit ketakutan dan membuatku semakin yakin mereka adalah penyebabnya.
            “Maksudkamu?” tanyaku.
“Kamu jangan pura-pura nggak tau. Akutau kamu tuh playboy. Kamu sengaja kan mau jadiin Ais sebagai korban berikutnya. Kamu bakal jadiin Ais jadi pacar kamu, terus kamu tidurin, teruskamu tinggalin. Itu kan tujuan kamu?” bentak Aisyah.
“Oh aku ngerti sekarang, pasti merekakan yang menghasut kamu? iya kan?” kataku menunjuk mereka.
            Aisyah pun terdiam. Dan salah satu pemuda itu menghampiriku seperti akan siap memanggangku hidup-hidup.
            “Weh bro,udah dong. Loe udah denger kan apa kata Aisyah? Gue tuh tau siapa loe? Guengerti cowok macam apa loe ini, cowok-cowok kota yang cuma bisa mainin cewek. Loe tuh brengsek. Jadi mending loe pulang sekarang dan jangan deketin Aisyahlagi. Aisyah itu punya gue, NGERTI LOE?” ucap Dika mendorong tubuhku.
            “Ais. Terus kamu percaya apa yang dia bilang? Kamu segitu gampang percaya sama dia? Sumpah Ais, aku berani sumpah demi Tuhan dan demi apapun kalau aku bukan cowok kayakgitu.” Kataku memelas.
            Aisyah memandangku tidak lagi dengan wajah amarah, tapi ada sedikit wajah kasian danagak percaya dengan ucapanku.
            “Udah loe pulang sana. Atau gue hajar loe biar mampus.” Kata Dika lagi dengan dua pemuda temannya yang maju dua langkah sejajar dengan Dika seakan siap mengeroyokku.
            “Gue nggaktakut. Gue cuma mau ngomong sama Aisyah.” Berontak ku.
            “Kurang ajarni anak. Hajar aja deh bro.” perintah Dika.
            Dika pun menggepalkan tangannya dipipiku, lalu keperutku. Sakit sekali terasa, sedangkan dua temannya memegang kedua tanganku. Aku pun berontak meski sulit dan kugunakan kaki kananku untuk menendang perut Dika hingga terjatuh, lalumenendangkan kaki temannya yang satu. Aisyah dan teman wanitanya hanya bisaberkata “Jangan, udah berhenti…berhenti.”
            Dika bangkit kembali lalu menyerbuku dengan tangannya. Habis sudah tenagaku. Dan beberapa menit kemudian entah siapa yang memanggil mereka yaitu polisi. Ya, tiba-tiba saja ada polisi mendatangi kami yang sedang berkelahi sedangkan Aisyah hanya bisa menangis.
            “Heiapa-apaan kalian ini hah?” bentak polisi pria bertubuh proposional berkulit hitam dan berkumis tipis.
            Kami pun berhenti dan berdiri dengan wajah lebam penuh pukulan.
            “Siapa yang memulai ini semua hah?” lanjut polisi yang lainnya.
            “Dia pak”serentak mereka bertiga yaitu pemuda brengsek yang memukulku tadi yang serentak menunjuk kearahku bahwa aku yang memulainya.
            “Apa-apaan kalian ini? jelas-jelas kalian yang mukul gue duluan.” Protesku.
            “Loe duluan.” Serentak mereka.
            “Kalian yang duluan.” Sahutku lagi.
            “Udah udah. Stop. Ikut kami kekantor polisi.” Ucap polisi tadi lalu menarik kedua tanganku.
            “Loh kok saya yang dibawa pak? Mereka yang mulai pak, bukan saya. Bapak bisa tanya sama dua gadis itu. Atau bawa aja kami semua, masak cuma saya yang dibawa.”Berontakku.
            “Udah nggak usah protes. Ikut aja nggak usah banyak bicara.”
            “Tapi pak. ..” kataku.
            “Nggak usah tapi-tapian.
            Aku pun dibawa kemobil polisi dengan sedikit berteriak. “Ais, gunakan hati kamu. Hati kamu tau mana yang bener dan mana yang salah. Dan kamu tau siapa yang salah dari perkelahian tadi.” Teriakku lalu berlalu berjalan dengan mobil polisi.
            Aisyah terdiam sesaat dan memulai bicara. Tempat Kejadian Perkara perkelahian tadi ternyata sudah ramai dengan orang-orang dikampung sini. Perkelahian tadi ternyata mengundang banyak orang untuk datang.
            “I’am bener. Kalau apa yang kamu certain sama aku itu bener, dia nggak mungkin berani sumpah atas nama Tuhan. Aku bisa liat mata dia, dia nggak salah. Dan kamu Dika, matakamu menyimpan sejuta amarah, iri, dengki dan cemburu. Apa tujuan kamu memfitnah dia?” ucap Aisyah tegas.
            “Ais, kamu apa-apaan sih? Aku tuh nggak boong, apa yang aku ceritain itu bener. Aku nggak memfitnah dia. Beneran deh.”
            “Kalau memang kamu jujur, coba kamu sumpah atas nama Tuhan seperti sumpah I’am tadi. ”Pintaku.
            Dika punter diam tanpa kata.
            “Kenapa diam? Kamu nggak berani kan?  Udah jelas semuanya. Aku sekarang tau mana yang bener dan mana yang boong. Aku benci sama kamu Dika. Udah lah aku pulang aja. Yuk Rin kita pulang.”
            “Ais, kamujangan teriak-teriak gitu dong, nggak enak sama orang-orang disini pada denger semua.” Sambung Rini yang menenangkan Aisyah.
            “Udahlah biarin aja, sekalian semua orang biar tau kelakuan Dika.” Aisyah menjawab.
            Aisyah punberjalan untuk pulang meski Dika masih berteriak: “Aisyah, aku nggak boong. Kamu harus percaya sama aku.” ucap Dika. Tapi Aisyah sama sekali tidak menggrubis ucapan Dika.
***
            Sehari aku ditahan dikantor polisi akhirnya aku terbebas dari tahanan karena mendapatkan jaminan dari ayahku. Ayahku marah? Tentu saja marah. Tapi tak lama kemudian kemarahan ayahku meredam karena telah mendapat kejelasan dari aku yaitu anaknya yang tak pernah berbohong.
            Tiga hariaku istirahat didalam rumah masih terasa sakit bekas akibat pukulan dari Dika and the geng. Dekat bibirku masih terlihat kebiruan lebam akibat tonjok kannya. Perutku juga masih terasa sakit meski tak sesakit seperti sebelumnya.
            Karena merasa bosan beristirahat, akhirnya aku keluar rumah untuk sekedar mencari udara segar. Ditengah-tengah perkebunan sore hari yang sudah tidak ada oranglagi aku berjalan memandangi alam sekitar. Tiba-tiba ada suara wanita yang mengejutkan ku.
            “I’am”. Sapanya.
            Aku menoleh kebelakang untuk melihat siapa yang memanggilku. Dan ternyata dia adalah Aisyah.
            “Maafin Aisya?”
            “Untuk?”tanyaku.
            “Untuksemuanya. Untuk kesalahpahaman diantara kita. Untuk kepercayaan Ais terhadap Dika. Untuk luka-luka yang kamu alami gara-gara Ais. Untuk. . .” kata-kata nyaterpotong karena jari telunjukku menyentuh bibirnya agar dia berhenti berbicara.
            “Udah.Lupain aja semuanya. Nggak masalah kok. Yang penting kamu udah tau kan yang sebenernya?”
            Aisyah mengangguk dan tersenyum. Senyuman itu? Ah senyuman nya benar-benar sangat menggoda dan manis sekali. Senyuman yang sangat ikhlas. Dan entah mengapa gadis yang ada dihadapanku ini tiba-tiba saja memelukku. Oh Tuhan, sakit. Maksudku : perutku sakit akibat dia memelukku. Tapi, ku tahan agar moment ini terus berlangsung. Sejenak, dia melepas pelukan itu.
            “Andai Ais punya pacar kayak kamu, Ais pasti bahagia banget. Beruntung ya cewek yang jadi pacar kamu? Cobaaa aja kamu mau jadi pacar Ais” ucapnya spontan dan malu-malu.
            Aku menatapnya dengan lekat, tatapanku ini berupa kebingungan dan keheranan karenagadis belia dihadapanku ini dengan polosnya mengutarakan kata-kata itu.
            “Kenapa?”tanyanya.
            “Kenapaapa?” tanyaku balik.
            “Kenapangeliatin nya kayak gitu?”
            Akutersenyum.
            “Koksenyum-senyum sich?” tanyanya lagi.
            Sejenak akuterdiam. “Ais mau ya jadi pacar ku? Kalau mau, ya udah kita pacaran aja.”Ucapku enteng.
            “Apa?”tanyanya kaget.
            “Apa apanya?Mau apa enggak? Kalau nggak mau, aku pergi aja ya?”
            Baru selangkah aku hendak beranjak pergi dan membelakanginya dia langsung menjawab.
            “Mau”jawabnya.
            Akumembalikkan badanku dan melihatnya kembali lalu mendekatinya.
            “Mau apa?”tanyaku mencoba menggoda.
            “Ya mau jadi pacar kamu”. lagi-lagi jawabannya malu-malu.
            “Apa? Akunggak denger.” Tanyaku lagi yang hendak menggodanya.
            “Ais maujadi pacar kamu.” teriak nya dengan keras.
            Aku puntertawa. “Ngeri amat. Jangan kenceng-kenceng dong teriaknya. Sakit nitelingaku.” Seruku.
            Aku membentangkan kedua tanganku dihadapannya seolah ingin terbang. Atau mirip seperti di film Titanic. “Kemari” kataku.
            “Ngapain?”tanyanya polos.
            Belum sempataku menjawab dia tersenyum dan langsung menubrukku alias memelukku.
            Angin semilir sore hari dialam terbuka memang sangat menyegarkan. Burung-burung kutilang dan jenis burung lainnya juga berterbangan diangkasa.
            Entah apayang akan terjadi setelah ini. Apa aku akan terus bersama gadis polos ini atau tidak aku tak tau. Percintaan ini hanyalah percintaan remaja. Remaja gadis berusia 16 tahun dan aku berumur 19 tahun. Masih belia bukan?
***
            Entah berapa lama kami jadian, akhirnya aku kembali kekota. Bahkan setelah itu aku akan pergi jauh kekota lain untuk menggapai impianku yaitu menjadi anggota Angkatan Udara.
            And finally, aku pun kembali ke desa Aisyah dan aku menghubunginya untuk menemuiku sore petang ini dipantai pinggiran desa nya. Ku bawa kamera untuk memotret sunset yang akan muncul. Aku menunggunya di pantai indah ini hanya untuk mengatakan sesuatu. Hingga akhirnya dia tiba dengan berat hati aku memutuskan gadis ini karena aku ingin mengejar cita-citaku. Aku tak mau mempertahankannya karena akuakan pergi dengan waktu yang sangat lama. Bahkan aku pun tak tau akumencintainya atau tidak? Yang ku tau aku hanya bahagia ada didekatnya. Daripada ku rusak hidupnya, akhirnya kami “PUTUS”. Ia menangis. Tangisan biasa setiap kali seorang gadis diputuskan oleh kekasihnya. Aku menggenggam tangannyasejenak lalu ku lepaskan perlahan dan pergi dari pandangannya.

#SELESAI

Oleh: Migia Purnama Sari

No comments:

Post a Comment